Beranda | Artikel
Tafsir Surat Al-Fatihah
Senin, 4 Februari 2019

Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr

Tafsir Surat Al-Fatihah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam dengan pembahasan Kitab الدروس المهمة لعامة الأمة  (pelajaran-pelajaran penting untuk segenap umat). Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 14 Jumadal Awwal 1440 H / 21 Januari 2019 M.

Download kajian sebelumnya: Mukaddimah Pembahasan Kitab الدروس المهمة لعامة الأمة (Pelajaran-Pelajaran Penting untuk Segenap Umat)

Status Program Kajian Tentang Pelajaran Penting untuk Umat

Status program Kajian Tentang Bagaimana Menjadi Pembuka Pintu Kebaikan: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap ahad & senin pukul 17.00 - 18.00 WIB.

Kajian Ilmiah Tentang Tafsir Surat Al-Fatihah

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

Kalimat ta’awudz adalah sesuatu kalimat yang dianjurkan bagi setiap muslim untuk membacanya ketika mereka hendak membaca Al-Qur’an atau Kitabullah. Dan makna dari kalimat isti’adzah adalah bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meminta hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi hambaNya dan menjaga hambaNya dari setan yang terkutuk.

Dan sesungguhnya seorang hamba dianjurkan untuk mengucapkan kalimat isti’adzah ini ketika dia hendak membaca Kitabullah karena setan sangat berkeinginan untuk memalingkan seorang hamba dari Al-Qur’an tersebut. Setan sangat berkeinginan untuk memalingkan hamba agar tidak mendapatkan hidayah dan agar mereka tidak mengenal arti dan tujuan dari pada Al-Qur’an tersebut.

Oleh karenanya dianjurkan bagi seorang hamba apabila mereka hendak membaca Al-Qur’an untuk beristi’adzah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari setan. Sehingga ketika dia membaca Kitabullah dengan bacaan yang bagus dan dia akan selamat dari gangguan setan, dari bisikan setan dan dari sesuatu yang didatangkan oleh setan tersebut dengan penjagaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

الشّيطَان

Makna kalimat الشّيطَان (setan), artinya adalah sesuatu yang membangkang, yang jauh dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia ingin menjauhkan hamba dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia juga ingin menghalangi agar seorang hamba tersebut jauh dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

الرَّجِيْمِ

Makna kalimat الرَّجِيْمِ artinya adalah yang terusir, yang jauh, yang terlaknat,
yang dijauhkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dari rahmatNya.

Ketika setan tersebut diberikan kepadanya sifat terusir, jauh dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka setan ingin agar hamba tersebut juga jauh dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga sudah semestinya seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari setan yang senantiasa membangkang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang menjadikan manusia jauh dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang akan menjadikan dan menyelewengkan manusia dari beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmatNya.

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ adalah basmalah diantara salah satu ayat yang ada di dalam Al-Qur’an yang dibaca ketika seseorang hendak membaca Al-Qur’an. Kecuali surah bara’ah atau surah At-Taubah.

Basmalah ini adalah kalimat permohonan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan makna atau arti ketika kita memulai membaca basmalah tersebut yaitu seseorang yang membaca Al-Qur’an memulai dengan pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Huruf ba’ (ب) yang ada didalam kalimat bismillah tersebut adalah huruf yang menentukan permohonan dan meminta berkah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kalimat Allah (اللَّـهِ) menunjukkan nama untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya adalah yang berhak untuk diibadahi dan yang berhak dijadikan ilah terhadap seluruh makhlukNya. Dia menunjukkan bagaimana uluhiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu nama-nama yang sempurna, nama-nama yang agung yang berhak dijadikan Ilah, yang berhak dijadikan sesembahan, yang kepadaNya kita tunduk dan kepadaNya kita merendahkan diri.

Itu menunjukkan bagaimana ubudiyah kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ubudiyah tersebut adalah diantara perbuatan hamba yang dituntut oleh nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Dari kita merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hanya menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kalimat الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ, yaitu dua buah nama yang diambil dari kata-kata rahmat yang menunjukkan nama tersebut ditetapkan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun kalimat Ar-Rahman (الرَّحْمَـٰنِ) yaitu diambil dari kata-kata Rahmah, Yang Maha Luas yang mencakup seluruhnya. Sebagaimana dikatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

Dan rahmatKu meliputi segala sesuatu.” (Al-A’raf[7]: 156)

Kemudian kalimat Ar-Rahim (الرَّحِيمِ) yang menunjukkan sesuatu yang dikhususkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk wali-waliNya dan orang-orang pilihan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat sayang terhadap orang-orang Mukmin.” (Al-Ahzab[33]: 43)

الْحَمْدُ لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Alhamdu (الْحَمْدُ), yaitu pujian untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala dipuji terhadap segala namaNya yang sempurna dan sifat-sifatNya yang mulia. Dipuji terhadap segala nikmatNya dan pemberianNya yang tidak akan pernah terhitung.

Rabbil ‘Alamin (رَبِّ الْعَالَمِينَ) artinya adalah Allah yang menciptakan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah raja diraja mereka. Yang mengatur seluruh urusan mereka, yang tidak ada serikat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sesuatu apapun.

Kemudian العالَمُين, yang dikatakan alam tersebut adalah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

Yaitu sifat rahmat yang umum dan sifat rahmat yang khusus. Sebagaimana yang telah dijelaskan di makna بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ.

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿٤﴾

Di dalam qira’at yang lain dibaca dengan مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ (dengan huruf mimnya dipendekkan), artinya adalah hari pembalasan. Karena الدِّينِ tersebut adalah pembalasan. Sehingga diantara nama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah الدّيَّان (Yang akan memberikan balasan), yang akan memberikan hisab. Dan didalamnya terkandung adalah bagaimana kita harus takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika kita berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dikatakan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam FirmanNya:

وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ ﴿١٧﴾ ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ ﴿١٨﴾ يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِّنَفْسٍ شَيْئًا ۖ وَالْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ لِّلَّـهِ ﴿١٩﴾

Tahukah kalian apakah hari pembalasan tersebut? Tahukah kalian apakah hari pembalasan tersebut? Hari pembalasan tersebut adalah hari dimana seseorang tidak bisa menolong orang lain dan seluruh urusan pada hari tersebut hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Infithar[82]: 19)

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾

Ya Allah kepadaMu hanya kami menyembah dan kepadamu kami hanya meminta pertolongan. Di dalam ayat ini terkandung keikhlasan kita beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kita hanya memohon, meminta pertolongan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’alaإِيَّاكَ نَعْبُدُ, artinya adalah “Ya Allah, saya mengikhlaskan ibadahku hanya kepadaMu, maka saya tidak akan menyembah kecuali kepadaMu.”

Kemudian di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ, artinya adalah, “Ya Allah, saya hanya mengikhlaskan meminta pertolongan hanya kepadaMu. Dan saya tidak akan meminta pertolongan kepada selainMu.”

Di dalam kalimat إِيَّاكَ نَعْبُدُ, didalamnya terkandung bagaimana kita berlepas diri dari perbuatan syirik. Kemudian firman Allah وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ adalah berlepas diri bahwa yang kuat dan yang bisa menolong hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Faidah di dalam kalimat إِيَّاكَ نَعْبُدُ, yaitu bagaimana kita mentahqiq kalimat ُلا إلهَ إلّا الله, bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah ‘Azza wa Jalla. Dan di dalam kalimat وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ yaitu kita mengaplikasikan makna kalimat لاحولَ ولا قوَّةَ إلّا بالله, tiada daya dan upaya, tiada kekuatan kecuali milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kemudian di dalam ayat ini juga terkandung makna berlepas dari kesyirikan dan berlepas dari perbuatan riya’. Juga terkandung di dalamnya berlepas diri dari perbuatan ‘ujub, takjub dan berlepas diri dari perbuatan sombong.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿٦﴾

“Ya Allah tunjukkanlah kami dan berikanlah kepada kami taufik untuk melalui jalanMu yang lurus dan mengikutinya.” Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam ayat yang lain:

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ…

Dan sesungguhnya ini adalah jalanKu yang lurus dan ikutilah jalan tersebut dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan yang lain, maka kalian akan terpecah belah dari jalanKu tersebut…” (QS. Al-An’am[6]: 153)

Dan jalan yang lurus tersebut adalah agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Dia ridhai untuk hambaNya. Dan Allah tidak ridha untuk hambaNya kecuali agamaNya.

رَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ﴿٧﴾

Makna صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
“Yaitu tunjukilah kami kepada jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau berikan kepada mereka nikmat.” Siapa yang Allah berikan kepada mereka nikmat? Yaitu para Nabi, para orang-orang yang jujur, para syuhada, dan orang-orang yang shalih.

Mereka itu adalah sebaik-baik yang bisa dijadikan teman. Karena mereka mengumpulkan antara ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Karena orang yang diberikan nikmat kepada mereka adalah mereka yang memiliki ilmu dan amal.

Makna غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ

“Bukan jalan orang-orang yang dimarahi.” Dan mereka adalah orang-orang Yahudi dan mereka yang mengikuti cara beragamanya orang-orang Yahudi. Yaitu bagi mereka yang mengetahui kebenaran kemudian mereka tidak mengamalkan kebenaran tersebut.

Makna وَلَا الضَّالِّينَ

“Dan tidak pula jalan orang-orang yang sesat.” Dan mereka adalah orang-orang Nasrani dan yang mengikuti jalan orang-orang Nasrani tersebut. Yaitu mereka yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa ilmu.

Maksudnya adalah ayat ini memberikan kepada kita peringatan dari ulama-ulama yang suu’ dan mereka ahli ibadah yang salah jalan. Sehingga salah seorang ulama Sufyan bin Uyainah Rahimahullah mengatakan, “Orang yang rusak dari ulama kita, maka mereka ada kemiripan dengan orang-orang Yahudi. Dan orang yang rusak dari ahli ibadah kita, adalah mereka yang mempunyai kemiripan dengan orang-orang Nasrani.”

Dan diantara salah satu perkara yang bisa membantu kita untuk memahami ayat ini atau surah Al-Fatihah ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: حَمِدَنِى عَبْدِى، وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى، وَإِذَا قَالَ: (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ) قَالَ: مَجَّدَنِى عَبْدِى، فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ) قَالَ هَذَا بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى، وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ: (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ) قَالَ: هَذَا لِعَبْدِى، وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ.

“Aku membagi shalat menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil ‘alamin, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengatakan, ‘HambaKu telah memujiKu.’ Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘ar rahmanir rahiim’, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjawab, ‘HambaKu menyanjungKu.’ Apabila seorang hamba mengatakan, ‘maaliki yaumiddiin’, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjawab, ‘HambaKu telah mengagungkanKu.” Jika ia mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in‘, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab, ‘Ini antaraKu dan hambaKu, dan untuk hambaKu apa yang ia minta. Kemudian jika hambaKu mengucapkan ‘ihdiinash shiroothol mustaqiim, shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi ‘alaihim wa laaddhoollin’, maka Allah akan menjawab, ‘Ini untuk hambaKu dan bagi hambaKu apa yang ia minta.’” (HR. Muslim no. 395)

Dan maksud dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku membagi shalat”, shalat itu adalah nama lain dari pada surat Al-Fatihah. Surat Al-Fatihah tersebut dinamakan shalat karena tidak sah shalat seseorang kalau mereka tidak membaca Al-Fatihah. Karena keagungan surat Al-Fatihah tersebut yang ada di dalam shalat.

Kemudian adapun arti daripada Allah membagi pembagian antara Allah dan hamba tersebut adalah bahwa sesungguhnya tiga ayat kemudian ditambah setengah ayat yang pertama, itu adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun tiga ayat dan setengah yang terakhir itu adalah milik hamba.

Di awal ayat tersebut adalah pujian untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya adalah do’a untuk si hamba.

Al-Fatihah tersebut juga dinamakan dengan Ummul Qur’an (induknya Al-Qur’an). Karena di dalamnya meliputi secara umum apa-apa yang meliputi Qur’an secara khusus. Dan dia di dalam Al-Qur’an tersebut penuh dengan pelajaran dan ibrah.

Dan di dalam surah Al-Fatihah tersebut ada kaedah-kaedah agama dan usul-usul iman dan ada urusan-urusan syariat, akhlak dan adab dan selainnya yang ada di dalam surah yang agung ini.

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Tafsir Surat Al-Fatihah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46551-tafsir-surat-al-fatihah/